Juventus, klub raksasa Italia yang selama sembilan tahun berturut-turut menjadi juara Liga Italia, kini terpuruk di posisi ketiga klasemen. Dari 28 pertandingan yang sudah dimainkan, Juventus hanya menang 17 kali, imbang tujuh kali, dan kalah empat kali. Mereka tertinggal 17 poin dari Inter Milan yang berada di puncak klasemen, dan hanya unggul satu poin dari AC Milan yang berada di posisi kedua.

Juventus juga gagal melaju ke perempat final Liga Champions setelah disingkirkan oleh Porto dengan agregat 4-4 (Porto menang lewat gol tandang). Ini adalah musim terburuk Juventus dalam satu dekade terakhir. Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggung jawab atas kegagalan Juventus musim ini?

Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab kejatuhan Juventus. Pertama, pergantian pelatih dari Maurizio Sarri ke Andrea Pirlo pada awal musim. Pirlo, yang merupakan legenda Juventus, tidak memiliki pengalaman melatih tim senior sebelumnya. Ia ditunjuk sebagai pelatih Juventus hanya beberapa hari setelah ia mendapatkan lisensi kepelatihan UEFA Pro.

Pirlo menghadapi tantangan besar untuk mengubah gaya bermain Juventus yang dianggap membosankan dan tidak efektif oleh Sarri. Pirlo ingin menerapkan filosofi permainan yang lebih menyerang, dinamis, dan kreatif. Namun, ia tidak memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan timnya, karena musim ini dimulai lebih cepat dari biasanya akibat pandemi Covid-19.

Pirlo juga tidak mendapatkan dukungan penuh dari manajemen Juventus, yang tidak memberikan pemain-pemain yang ia inginkan di bursa transfer. Juventus hanya mendatangkan beberapa pemain dengan status pinjaman atau gratis, seperti Alvaro Morata, Federico Chiesa, Weston McKennie, dan Dejan Kulusevski. Sementara itu, beberapa pemain kunci seperti Paulo Dybala, Giorgio Chiellini, dan Leonardo Bonucci mengalami cedera yang mengganggu performa mereka.

Faktor kedua adalah penurunan kualitas dan motivasi para pemain Juventus. Banyak pemain Juventus yang sudah berusia di atas 30 tahun, seperti Cristiano Ronaldo, Juan Cuadrado, Sami Khedira, dan Aaron Ramsey. Mereka sudah tidak memiliki stamina dan kecepatan yang sama seperti dulu. Mereka juga kurang memiliki semangat juang dan mental juara yang dibutuhkan untuk menghadapi tim-tim tangguh di Italia dan Eropa.

Ronaldo, yang merupakan bintang utama Juventus, juga tidak bisa menyelamatkan timnya dari kekalahan. Meskipun ia masih menjadi pencetak gol terbanyak Juventus dengan 23 gol di liga, ia juga sering gagal mencetak gol di momen-momen krusial, seperti saat melawan Porto di Liga Champions. Ronaldo juga dikritik karena tidak membantu pertahanan timnya, dan terlihat frustrasi saat timnya kalah.

Faktor ketiga adalah persaingan yang semakin ketat di Liga Italia. Tim-tim lain seperti Inter Milan, AC Milan, Atalanta, dan Napoli semakin meningkatkan kualitas dan konsistensi mereka. Mereka memiliki pelatih-pelatih yang berpengalaman dan berwawasan, seperti Antonio Conte, Stefano Pioli, Gian Piero Gasperini, dan Gennaro Gattuso. Mereka juga memiliki pemain-pemain yang berkualitas dan bersemangat, seperti Romelu Lukaku, Zlatan Ibrahimovic, Luis Muriel, dan Lorenzo Insigne.

Tim-tim tersebut tidak gentar menghadapi Juventus, dan bahkan sering mengalahkan Juventus di pertandingan-pertandingan penting. Mereka juga lebih stabil dan konsisten dalam meraih poin di liga, sementara Juventus sering kehilangan poin di laga-laga yang seharusnya mudah, seperti saat melawan Benevento, Fiorentina, dan Monza.

Dari ketiga faktor tersebut, bisa disimpulkan bahwa kegagalan Juventus musim ini adalah tanggung jawab bersama dari pelatih, manajemen, dan para pemain. Mereka harus melakukan evaluasi dan introspeksi diri, serta mencari solusi untuk memperbaiki situasi. Juventus masih memiliki kesempatan untuk meraih trofi Coppa Italia, jika mereka bisa mengalahkan Lazio di semifinal. Namun, itu tidak akan cukup untuk mengobati luka dan kekecewaan para penggemar Juventus, yang sudah terbiasa melihat tim kesayangan mereka menjadi juara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini